HOME Society Right
: : VIEW PAGE

Tokoh Agama Dan Mahasiswa Minta Anggota Baru DPRD Prioritaskan Keadilan Dan Kesejahteraan

Tuesday, Sep. 21, 2004 Posted: 10:24:56PM PST

MERAUKE, Papua -- Para tokoh agama dan mahasiswa di Propinsi Papua mendesak para anggota DPRD yang baru terpilih agar mengupayakan perbaikan kondisi ekonomi dan sosial bagi masyarakat.

Sekitar 200 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Karya Dharma di Merauke menggelar aksi demo saat pelantikan 25 anggota DPRD Kabupaten Merauke, 26 Agustus. Aksi itu berlangsung di depan kantor DPRD tersebut.

Para mahasiswa meminta para anggota DPRD yang baru, yang dipilih 5 April, untuk menandatangani kontrak sosial guna menghindari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pada aksi itu, mereka membacakan sejumlah petisi yang meminta para anggota DPRD untuk menjamin tersedianya tenaga medis, obat-obatan dengan harga murah, dan beasiswa bagi anak-anak miskin. Mereka juga mendesak politisi agar meningkatkan subsidi pendidikan dan memilih seorang warga asli Papua untuk menjadi ketua DPRD.

Para mahasiswa juga menyampaikan sebuah surat terbuka dari para tokoh agama Buddha, Hindu, Islam, Katolik, dan Protestan di Papua untuk semua anggota DPRD I dan DPRD II.

Surat itu mengatakan bahwa para pemilih pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) dengan harapan agar para anggota DPRD akan memperbaiki situasi saat ini di Papua. Surat itu menjelaskan bahwa semua anggota dewan legislatif bertugas untuk mewujudkan harapan serta kepercayaan dan aspirasi yang masuk akal dari masyarakat. Konstituen anggota dewan legislatif, kata surat itu, akan merasa bahagia jika mereka melihat wakil-wakilnya menghasilkan kebijakan untuk mewujudkan kehidupan yang penuh damai dan sejahtera di Papua.

"Situasi Papua yang penuh gejolak menjadikan masyarakat terus menerus hidup dalam kegelisahan dan tiadanya kepastian akan masa depan yang penuh damai sejahtera," demikian pengamatan para tokoh agama itu. Mereka berharap, anggota DPRD yang baru "menjadi terang yang memancarkan cahaya yang menyinari seluruh sudut kegelapan," dan mereka akan membimbing masyarakat menuju dunia yang penuh dengan pengharapan.

Surat itu ditandatangani oleh Pendeta Herman Saud (Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Papua); Uskup Jayapura Mgr Leo Laba Ladjar OFM (yang mewakili para uskup dari lima keuskupan di Papua); Husein Zubeir D. Hussein (Ketua Majelis Ulama Indonesia Wilayah Papua); Pandita Arya Bodhi (Sekretaris Majelis Buddhayana Indonesia Propinsi Papua); dan I Nyoman Suda (Ketua Parisada Hindu Dharma Propinsi Papua).

Umat Kristen, kebanyakan Protestan, adalah komunitas mayoritas di propinsi paling timur di Indonesia itu, di mana penduduk setempat mayoritas warga suku.

Bruder Budi Hernawan OFM mengatakan kepada UCA News, para tokoh agama mengeluarkan surat itu untuk dibacakan pada pelantikan anggota DPRD di semua 19 kabupaten dan kotamadya di Papua. Para tokoh agama meminta mahasiswa untuk membacakan dan memberikan surat itu kepada anggota DPRD, lanjutnya.

Di Jayapura, misalnya, mereka meminta Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) untuk membacakan permohonan itu pada aksi demo 2 September, kata Bruder Hernawan, Sekretaris Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Jayapura.

Para mahasiswa dilaporkan menggelar aksi demo serupa di seluruh negeri saat pelantikan anggota DPRD I dan DPRD II.

Seraya menjelaskan keprihatinan masyarakat Papua, Yulius Bole Gebze, seorang tokoh warga suku, mengatakan, konflik lokal, perjuangan kemerdekaan Papua selama beberapa dekade, dan pelanggaran hak asasi manusia menyebabkan suatu iklim yang tidak stabil di Papua.

Gebze mengatakan kepada UCA News 8 September di Merauke bahwa para pemimpin di Papua tidak mampu mengatasi masalah-masalah ini karena mereka didukung oleh orang-orang non-Papua yang hanya memikirkan pembangunan ekonomi dibanding hak politik masyarakat Papua.

Bruder Hernawan mengatakan, masyarakat Papua diperlakukan secara tidak adil di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya sejak bekas jajahan Belanda itu menjadi bagian dari Indonesia di awal 1960-an.

Menurut misionaris Indonesia itu, program pembangunan pemerintah tidak adil bagi masyarakat Papua karena orang-orang non-Papua mengontrol sebagian besar dari sumber daya alam, yang mengakibatkan masyarakat setempat jatuh miskin. Masyarakat bahkan lebih menderita sejak propinsi itu menjadi pusat operasi militer, katanya mengamati.

Seluruh masyarakat Papua berharap, wakil-wakil yang terpilih memikirkan kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, keamanan, dan penegakan hukum, kata Bruder Hernawan. Ia menambahkan, orang tua dari orang-orang yang terpilih itu berharap agar anak-anaknya, sebagai anggota dewan legislatif, "tidak hanya bekerja secara adil, jujur, dan tekun, tapi juga menghormati Allah dan melayani semua orang."

UCAN
>