HOME Society Stats
: : VIEW PAGE

Wakil-Wakil Agama Tuntut Sensor Yang Lebih Tegas Terhadap Media

Tuesday, Aug. 31, 2004 Posted: 4:15:39PM PST


Beberapa pemuka agama, artis, dan lainnya memprotes meningkatnya acara TV, film, dan iklan yang "merusak moral masyarakat."

Sebuah kelompok yang terdiri atas 50 pemrotes, yang dipimpin oleh wakil-wakil agama Buddha, Islam, Katolik, dan Protestan, serta artis dan aktivis, mendatangi Lembaga Sensor Film (LSF) di Jakarta, 18 Agustus, untuk menyampaikan keprihatinan mereka.

"Kami sangat prihatin dengan tayangan-tayangan yang tidak mendidik dan merusak moral masyarakat," kata Din Syamsuddin atas nama para pemrotes. Ia adalah Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PP Muhammadiyah.

Syamsuddin mengatakan kepada ketua dan staf LSF, serta sejumlah staf Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bahwa para pemrotes membawa keluhan mereka kepada LSF "karena LSF memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam menyeleksi film-film yang akan ditayangkan di televisi, bioskop, dan media lainnya."

Tujuan khusus kunjungan mereka adalah untuk meminta LSF untuk menarik film-film yang mengandung keyakinan mistis, pornografi atau kekerasan, katanya. Ditambahkan, "Jangan menayangkan lagi film-film itu karena bertentangan dengan nilai-nilai agama dan memperburuk akhlak bangsa."

Seraya mengklaim mewakili masyarakat luas, Syamsuddin menyalahkan LSF karena gagal melindungi norma-norma kehidupan masyarakat. "Kami sangat kecewa karena LSF belum berfungsi secara maksimal," lanjut Ketua Komite Indonesia untuk Agama dan Perdamaian (IComRP) itu.

Ia menambahkan, kelompok itu juga akan menyampaikan protes mereka kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan para pekerja TV dan film, termasuk para produser dan artis.

Berbagai tuntutan dari beragam kelompok masyarakat soal sensor yang kurang tegas untuk film "Buruan Cium Gue," yang dikeluarkan 5 Agustus, memicu aksi protes. Beberapa kelompok mengklaim bahwa judul film itu saja bisa mengundang perzinahan.

Pada dua kotbah berturut-turut di hari Minggu yang disiarkan sebuah stasiun televisi lokal, Abdullah Gymnastiar, seorang pengkotbah Muslim, mengungkapkan keprihatinan bahwa film itu mendorong masyarakat untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Menurut agama Islam, kata Gymnastiar, mencium di luar ikatan perkawinan itu "haram," sehingga judul film itu bisa ditafsirkan demikian: "buruan, ayo berhubungan intim dengan saya." Ia meminta kepada semua orang untuk berbuat sesuatu guna mencegah masyarakat untuk tidak jatuh ke dalam kebobrokan moral.

Para wakil agama lainnya menyampaikan hal senada dengan Syamsuddin.

Theophilus Bela, seorang awam Katolik, yang juga Sekretaris Umum IComRP, mengatakan kepada staf LSF, "Saya sangat khawatir terhadap dampak buruk dari film dan iklan terhadap kaum muda dan anak-anak."

Gustaf Dupe, seorang Protestan, mengatakan, kunjungan itu memperlihatkan keprihatinan agama terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. "Kalau kita, para pemuka agama, tidak mengambil sikap yang demikian berarti, kita membiarkan moralitas dan mentalitas masyarakat rusak," katanya.

Winarso, seorang Buddha, mengatakan, umat Buddha menolak produk media yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Ketua LSF Titie Said menjelaskan bahwa LSF telah menyensor sejumlah adegan dari film "Buruan Cium Gue" dan memberi rating "X" untuk film itu, yang berarti bahwa film itu hanya boleh ditonton oleh orang-orang yang berusia 17 tahun ke atas.

Seraya mengutip sebuah pasal dalam UU No.8/1992 yang mengatakan bahwa "pemerintah akan menarik film yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat," Said meminta pemerintah untuk menarik film apapun yang merusak tatanan moral.

Pada 20 Agustus, LSF dan Multivision Plus, produser film itu, menarik film "Buruan Cium Gue." Hari sebelumnya, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata mengeluarkan sebuah surat yang berisi penarikan ijin distribusi film itu.

"Kami harus mendengarkan keprihatinan masyarakat. Menyusul penolakan publik terhadap film itu, baik LSF maupun produser film itu, Multivision Plus, bersama-sama menarik film itu," kata Said seperti dikutip harian "The Jakarta Post." Ketua LSF itu meminta para wakil agama lainnya untuk bersama-sama LSF melakukan sensor terhadap sejumlah film. Sekarang ini, katanya, LSF mempunyai wakil-wakil dari agama Buddha, Hindu, Islam, Katolik, dan Protestan.

Sementara itu, Pastor Alex Susilo Wijoyo SJ, seorang anggota LSF, mengatakan kepada UCA News, LSF menyensor semua film sebelum diputar di bioskop atau televisi. "Yang menjadi masalah, apakah mereka yang melakukan protes itu harus menonton terlebih dahulu?" katanya.

Sekretaris Eksekutif Komisi Komunikasi Sosial Konferensi Waligereja Indonesia itu ingin agar semua pihak duduk berdampingan untuk mencari solusi terbaik, "karena kita harus menghargai kreativitas seseorang."

Produser film kontroversial itu, Raam Jethmal Punjabi, seorang etnis India, mengatakan dalam wawancara majalah "Tempo" edisi 20 Agustus bahwa ia tahu cara berpikir para tokoh agama seperti Gymnastiar dan Syamsuddin.

"Mereka sudah memiliki pandangan hidup yang jelas bahwa hidup itu harus putih. Dan untuk putih, mereka sudah mempunyai jutaan orang yang bisa memahami jalan pikiran mereka. Mereka harus mendapatkan sisa masyarakat kita untuk menjadi putih juga. Nah, kehadiran film ini, menurut mereka, menghambat jalan pekerjaan mereka untuk memutihkan sisa masyarakat itu. Makanya, saya mengatakan kepada mereka bahwa saya setuju film ini ditarik dari peredaran," kata Punjabi.

Mirifica.net
>