Palu
Oleh: Andreas A Yewangoe
Friday, Dec. 24, 2004 Posted: 9:23:28AM PST
Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah ini kembali tegang. Setelah rentetan peristiwa penembakan beberapa waktu lalu terhadap seorang jaksa dan Pendeta Susianti Tinulele, minggu lalu, tepatnya 12 Desember 2004, Palu kembali diguncang oleh peristiwa penembakan baru. Jemaat GKST Imanuel dan GKST Anugerah-Masomba yang sedang mengadakan kebaktian minggu Adventus terpaksa berhamburan lari ke luar karena gedung gereja mereka menjadi sasaran tembakan.
Pendeta Erna Tumakaka yang waktu itu sedang memimpin kebaktian di jemaat Imanuel dalam percakapan telepon menceritakan, ia baru saja mengucapkan votum (salam pembuka di mana kehadiran Allah juga diproklamirkan!) dan membacakan nas pembimbing, ketika tiba-tiba diinterupsi oleh rentetan tembakan-tembakan. Trauma dengan penembakan terhadap Pendeta Susianti, maka secara reflektif, Pdt Erna membaringkan diri di atas mimbar.
Memang tragis, ketimbang Allah yang hadir, justru tembakan yang dimuntahkan. Pada waktu yang hampir bersamaan, pendeta yang memimpin di GKST Anugerah-Masomba yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari GKST Imanuel, sedang menaikkan doa syafaat ketika tembakan dimuntahkan. Doa syafaat adalah permohonan kepada Allah bagi kemaslahatan orang lain. Namun doa itu "dijawab" dengan penyebaran kematian, bukan kemaslahatan.
Sungguh ironis memang, ketika jemaat sedang menanti-nantikan kedatangan kembali Kristus melalui peringatan Adventus itu, di mana "Allah Beserta Kita" (Imanuel) hendak dihayati sepenuhnya, sengat maut datang dengan brutalnya. Kelihatannya perseteruan lama antara "Tuhan Kehidupan" dan "Panglima Kematian" masih terus berlangsung hingga saat ini. Kapolda Sulteng dengan segera menyatakan kecolongan, suatu alasan pemaaf yang telah kehilangan makna.
Sungguh mati, kita tidak tahu apa motif yang ada di balik serangan berulang dan dengan pola yang sama itu. Ketika wartawan menanyakan hal itu kepada MPH-PGI dalam jumpa pers yang lalu, MPH-PGI hanya menyarankan agar hal itu ditanyakan saja kepada Pemerintah. Pemerintahlah yang berwenang membuka misteri penembakan berulang kali itu dan menyiarkannya secara transparan kepada masyarakat.
Bukankah pemerintahan SBY-MJK telah menjanjikan bahwa tidak akan ada lagi seorang pun di negeri ini yang merasa tidak terlindungi? Maka kegagalan mengungkap peristiwa itu, bukan saja memperlihatkan kelemahan Pemerintah, tetapi juga menjadi preseden tidak menguntungkan, di mana hal-hal luar biasa akan dianggap biasa-biasa saja di masa depan. Business as usual.
Sementara itu, telah sekian banyak nyawa melayang secara sia-sia. Dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh lintas agama membahas peristiwa Palu itu, Prof Dr HA Syafi'i Maarif, Ketua PP Muhammadiyah, dengan nada agak kesal menyatakan, apa pun motivasi di belakang perbuatan itu, itulah perbuatan biadab dan jahanam. Drs H Masdar F Masudi, salah seorang Ketua PBNU mengatakan, ia sudah kehilangan kata-kata untuk mengutuk peristiwa itu. Semua perbendaharaan katanya sudah dikeluarkan, namun peristiwa serupa kembali terjadi.
Memang tidak mudah menyingkap tabir peristiwa-peristiwa yang terjadi di Sulawesi Tengah itu apabila tidak ada kemauan politik dari Pemerintah. Kita hanya mendengar desas-desus, terlalu banyak orang yang berkepentingan di sana. Tetapi siapakah "mereka" itu, tolonglah tanya saja kepada rumput yang bergoyang. Kita hanya berharap agar masyarakat yang bersemangat "Sintuwu Maroso" itu tidak terus-menerus menjadi korban dari permainan-permainan di mana mereka sendiri tidak terlibat di dalamnya.
Kita patut mengacungkan jempol kepada masyarakat Sulawesi Tengah, Islam dan Kristen yang sampai sekarang tidak terpancing dengan ulah para provokator ini. Ini adalah modal yang sangat besar bagi upaya perekatan kembali (rekonsiliasi) masyarakat yang terbelah itu.
Tentu saja berbagai reaksi muncul di mana-mana terhadap peristiwa itu. MPH-PGI menyampaikan pernyataan yang mendesak pihak-pihak berwenang mengusut para pelaku penembakan itu. Sementara itu, juga disadari bahwa pernyataan saja tidak cukup. Pihak MPH-PGI akan menghubungi pihak-pihak berwenang dalam negara ini agar sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Di samping itu, MPH-PGI juga menyatakan berada bersama-sama dengan umat kristiani di Palu, dan mengajak semua umat kristiani di Indonesia untuk berdoa bagi saudara-saudara di Sulawesi Tengah ini. Selanjutnya diserukan pula agar umat Kristen di Sulawesi Tengah tetap membangun kerja sama lintas agama guna mewujudkan sepenuhnya suasana damai dan tenteram di daerah itu.
Pada saat yang sama, dalam Pernyataan "Gerakan Pembaruan Moral Nasional" yang ditandatangani oleh PP Muhammadiyah, PB NU, KWI dan PGI pada 16 Desember 2004, disampaikan 5 butir sikap: mengutuk peristiwa Palu yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keagamaan ini, menyatakan simpati kepada para korban, mendesak Pemerintah/aparat keamanan untuk menangani kasus tersebut dengan sungguh-sungguh, mengingatkan Pemerintah agar tidak hanya memerangi KKN, tetapi juga memerangi kekerasan, dan mendorong seluruh umat beragama untuk terus mengembangkan hubungan dan kerjasama, dan tidak terpancing dengan peristiwa yang telah terjadi.
Kita yakin, masih banyak orang-orang yang berkehendak baik, dan juga organisasi-organisasi lain semisal IComRP yang menyampaikan pernyataan-pernyataannya. Semuanya bertujuan untuk menampilkan suatu suasana hidup yang penuh dengan damai-sejahtera.
Kecanggihan para provokator adalah bahwa mereka membungkus kejahatan mereka dalam bungkusan agama, sehingga orang mendapat kesan bahwa yang terjadi adalah pertentangan agama. Kita jangan terjebak dalam "trick" seperti itu. Pada saat-saat ini umat Kristiani Indonesia sedang bersiap untuk merayakan Natal. Inilah hari ketika Allah berjumpa dengan manusia dalam pertemuan yang paling akrab. Allah menjadi manusia (Inkarnasi). Itu berarti, damai sejahtera mestinya ditampilkan dalam setiap relasi umat manusia. Sayang, tidak selalu hal itu terjadi. Maka adalah tugas bersama, juga dengan perjuangan berat untuk sungguh-sungguh mewujudkan pergaulan antar-manusia, sesama sebangsa dan se-Tanah Air tanpa sekat apa pun dan bebas dari berbagai prasangka. Selamat merayakan Natal 2004!
>
|