-
((PHOTO: FLICKR/MAC MITCHELL))
Pekan ini otoritas Islam Malaysia menyita lebih dari 300 Alkitab dari kelompok Kristiani karena menggunakan kata "Allah" untuk menyebut Tuhan.
Pihak berwenang melaporkan telah menyita 321 Alkitab dari Lembaga Alkitab Malaysia (Bible Society of Malaysia) di Selangor pada hari Kamis dan mempertanyakan dua perwakilan kelompok Kristiani di kantor polisi setempat.
Ketua Lembaga Alkitab Malaysia Lee Min Choon mengatakan kepada AFP bahwa dua perwakilannya ditahan dan diinterogasi di kantor polisi setempat "dalam naungan hukum negara melarang penggunaan kata Allah oleh non-Muslim."
Lee menambahkan kepada AFP bahwa kebanyakan Alkitab ditulis dalam bahasa Melayu dan diimpor dari Indonesia juga bisa berbahasa Melayu. Beberapa Alkitab ditulis dalam Iban, bahasa yang diucapkan oleh penduduk pribumi Malaysia. "Kami telah menggunakan [Alkitab] sejak lembaga ini berdiri [pada tahun 1985] dan bahkan sebelumnya," kata Lee kepada AFP. "Ini untuk pertama kalinya kami dirazia."
Follow us Get CP eNewsletter ››
Meskipun pemerintah Islam Selangor mengatakan kepada Lee dan anggota Lembaga Alkitab lainnya bahwa mereka memiliki wewenang untuk merazia kitab suci yang berisi kata "Allah," Dewan Gereja-gereja di Malaysia menyatakan bahwa para pemimpin Islam tidak memiliki hak tersebut.
"Perdana Menteri, Menteri Besar Selangor dan semua anggota parlemen Kristiani harus bertindak segera untuk menghentikan aksi tersebut dan serangan lebih lanjut," kata Dewan Sekretaris Jenderal Rev. Dr. Hermen Shastri dalam sebuah pernyataan tak lama setelah serangan tersebut menurut The Malaysia Insider.
“Dewan Gereja Malaysia yakin bahwa otoritas Islam tidak memiliki kewenangan hukum untuk melakukan penggerebekan dan penyitaan," lanjut Shastri. "Lebih lanjut Dewan Gereja Malaysia menyerukan kepada gereja-gereja untuk tetap tenang dan berdoa agar pihak yang berwenang bisa bertindak dengan bijaksana dan peka untuk melindungi hak beragama sebagaimana diatur dalam Konstitusi Federal."
Kontroversi atas penggunaan kata "Allah" telah berlangsung selama beberapa tahun di Malaysia. Pada tahun 2009, Kementerian Dalam Negeri mengancam akan memaksa sebuah surat kabar Katolik untuk menghentikan penerbitan jika terus menggunakan kata "Allah". Setelah itu Gereja Katolik menggugat haknya untuk terus menggunakan "Allah" untuk menyebut Tuhan. Umat Muslim berpendapat bahwa jika umat Kristiani menggunakan kata "Allah" bisa menyebabkan kebingungan dan menimbulkan persepsi bahwa umat Islam berganti agama Kristen, sementara umat Kristiani berpendapat bahwa "Allah" adalah terjemahan yang paling akurat untuk Tuhan dalam bahasa Melayu dan telah digunakan selama beberapa dekade.
Pada akhirnya dalam sidang banding di pengadilan diterima kembali larangan tersebut, yang melarang penggunaan "Allah" oleh non-Muslim. Tercatat bahwa umat Kristiani di Malaysia hanya terdapat sembilan persen dari 28 juta populasi.