Pemimpin legislatif Gereja Lutheran di Amerika (ELCA) mengadopsi sebuah pernyataan baru mengenai seksualitas manusia pada Rabu lalu dengan jumlah suara memenuhi quorum.
“Seksualitas Manusia: Pemberian dan Kepercayaan,” merupakan sepuluh pernyataan denominasi, yang disetujui dengan perolehan 676-338 suara, telah memenuhi dua pertiga dari jumlah quorum.
Pernyataan tersebut menekankan pada dua prinsip dasar, kepercayaan dan ikatan hati nurani dalam menanggapi sebuah spektrum masalah yang berkaitan dengan seksualitas manusia dilihat dari sudut pandang Lutheran, meliputi struktur sosial, hubungan suami istri, eksploitasi seksual, penyalahgunaan, dan homoseksualitas, yang mana topik yang terakhir ini telah menarik banyak perhatian dan kontroversi .
Argumen yang menentang pernyataan tersebut berpendapat bahwa penerapan pernyataan tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap Kitab suci, yang mana Alkitab tidak mendukung prilaku homoseksual, meskipun, dikatakan bahwa dokumen tersebut telah dibuat konsisten dengan perintah Alkitab untuk saling menjaga satu dengan lainnya dan membangun hubungan saling percaya.
Sebelum mengadopsi pernyataan tersebut, anggota delegasi dewan sebelumnya telah mempertimbangkan sekitar 13 usulan amandemen, termasuk salah satunya mengenai penggantian sebuah sesi dalam pernyataan sosial mengenai “hubungan monogami dengan sesama jenis kelamin seumur hidup” dengan menegaskan bahwa “prilaku homoseksual erotis bertentangan dengan kehendak Tuhan.”
Dalam perolehan suara 667-303, dewan memilih menentang adanya perubahan tersebut, mengikuti rekomendasi panitia ad hoc yang mengusulkan menentang mengadopsi amandemen tersebut sejak “tidak adanya kesepakatan yang dicapai dalam konsensus tersebut.”
Setelah mempertimbangkan 6 dari 13 usulan, anggota dewan memutuskan untuk menerima rekomendasi panitia ad hoc atas semua amandemen lainnya dan mempertimbangkan untuk mengadopsi pernyataan sosial.
Berikut pernyataan persetujuan Rev. Peter Strommen, yang melayani sebagai pimpinan Pelaksana Tugas ELCA Studies on Sexuality, mengatakan bahwa ini merupakan suatu hal “yang cukup menarik perhatian” menyaksikan tepat sebanyak dua pertiga memberikan suara.
"Saya sangat sangsi pernah menghadiri sebuah pemilihan suara dengan dihadiri sebanyak dua pertiga anggotanya,” ujarnya. “Sudah sewajarnya kami sangat senang dapat melampauinya.”
Sementara, Rev. Rebecca S. Larson, direktur pelaksana bidang Kemasyarakatan Gereja ELCA mengatakan bahwa dirinya “sangat bangga pada gereja ini” tetapi juga menekankan bahwa ini adalah waktu untuk “tidak terlalu bersenang hati.”
"Kita mengetahui ada banyak penderitaan di seluruh dunia berkaitan dengan masalah ini,” tukasnya dalam sebuah konferensi pers.”
Jumat lalu, para delegasi diharapkan dapat memberikan suara terhadap topik hangat lainnya yang telah diumumkan dan diperdebatkan, salah satunya adalah mengenai diijinkannya orang yang tidak hidup selibat tinggal dalam kelompok yang memiliki jenis kelamin sama untuk menjadi anggota profesional ELCA.
Tidak sama seperti pernyataan seksualitas manusia, akan tetapi, perubahan kebijakan dalam denominasi mengenai persyaratan untuk menjadi pemimpin gereja hanya membutuhkan persyaratan mayoritas yang sederhana setelah anggota delegasi memberikan suara pada Senin ini dan tidak perlu dua pertiga suara untuk menyetujui perubahannya.
Menurut sebuah studi nasional terhadap sebagian besar pendeta Protestan yang dilakukan oleh Peneliti Agama Publik, mayoritas (54 persen) pendeta ELCA mengatakan bahwa gay dan lesbian dapat dipilih untuk ditahbiskan tanpa persyaratan khusus dan sebanyak (46 persen) mendukung dilakukannya pernikahan sesama jenis di negara-negara yang melegalkan hal tersebut.
Sedangkan sepertiganya (32 persen), mengatakan bahwa gay dan lesbian dapat dipilih dan memenuhi syarat untuk ditahbiskan hanya jika mereka hidup selibat, dan hanya sekitar 14 persen yang mengatakan gay dan lesbian sama sekali tidak memenuhi syarat dan tidak dapat dipilih.
Dengan jumlah anggota sebanyak 4,7 juta orang, ELCA merupakan badan gereja Lutheran terbesar di Amerika Serikat dan merupakan badan gereja Protestan keempat terbesar.
Ratusan warga di Kelurahan/Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon, menolak pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Pekiringan dan kegiatan kebaktian yang dilaksanakan jemaat di gereja tersebut, Minggu.