'John' melihat dengan khawatir ke murid-muridnya yang sedang melahap porsi makanan seadanya, terdiri dari nasi dan kue tradisional yang terbuat dari gandum - dinamakan 'mantou' - selama istirahat makan siang di kelas musiknya di Beijing.
Sebelumnya, dia minta maaf kepada murid-muridnya karena tidak dapat membeli makanan yang lebih layak. Pihak berwajib Cina tak henti-hentinya memantau sekolah tersebut. Tidaklah aman bagi penyokong dan donatur untuk mampir. Situasi menjadi begitu menyengsarakan.
Ketika berdoa, murid-muridnya membaca ayat Alkitab dari Mazmur 23:5, "Engkau menyediakan hidangan bagiku, di hadapan lawanku; Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak; pialaku penuh melimpah."
Ditenangkan oleh ayat ini, John merasa suatu saat nanti dia akan dapat melihat murid-muridnya tumbuh dewasa menjadi musisi Kristiani generasi Cina yang baru meskipun banyak mengalami cobaan.
Pada tahun 2005, impian dan ketekunan John membuahkan hasil ketika dia membawa lulusannya tampil di publik Cina.
Sekolah musiknya diakui kelulusannya bahkan di komunitas sekuler Cina.
Pada tahun yang sama, John membawa muridnya yang berprestasi ke Singapura untuk tampil di hadapan sepuluh ribu penonton. Di konser itu delapan ratus orang kemudian menjadi orang percaya.
"Saya rasa [sekolah kami] berbeda dengan sekolah musik lain," kata seorang soprano bernama Ning. "Ini bukan karena [kami mempunyai] bakat luar biasa atau lebih pintar, tapi perbedaan yang terbesar yaitu ada kasih disana. Ada penerimaan dan dorongan yang sesungguhnya, dan kehadiran Tuhan yang nyata."
Dimulai dari Impian
John, yang malu di ulang tahunnya ke 40, mulai mengurangi perannya sejak kejadian itu terjadi, dan sering memberitahu penonton bahwa Tuhan selalu "menjaga sekolah musiknya," dan iman murid-muridnya kepada "Bapa di Surga" telah membuat sekolah itu bertahan.
Pencipta lagu ini dulunya adalah bintang berbakat di sebuah orkes simfoni pemerintah, yang kemudian ditinggalkannya setelah menganut Kekristenan pada tahun 2006 dan menghadiri gereja rumah 'bawah tanah", yaitu gereja yang berada diluar peraturan dan pengawasan pemerintah.
Biasanya, kelompok Kristiani China yang mendapat ijin resmi di negara komunis itu adalah yang terdaftar di Dewan Kristiani Cina dan Pergerakan Patriotik Tiga Bagian atau Asosiasi Patriot Katolik.
Penganiayaan terhadap gereja rumah yang tak terdaftar merupakan hal yang paling disorot di kalangan umat Kristiani Cina, yang terus bertambah dari ratusan menjadi ribuan orang. Agama Kristen disebut sebagai agama paling berkembang di 1,3 miliar penduduk Cina.
Sebagai umat Kristiani, John ingin membuat perbedaan di rumah spiritualnya yang baru.
Pada tahun 2000, dia mendirikan sekolah musiknya, yang hanya menyediakan keyboard elektrik masih layak dipergunakan untuk melatih musik kepada murid-muridnya. Tiga tahun kemudian, lulusannya yang pertama telah tersebar ke gereja rumahan diseluruh Cina.
Sejak saat itu, sekolah tersebut berkembang menjadi memiliki beberapa kelas, piano baru, aula musik, ruang praktek dan perpustakaan.
John berkata sekolah didirikan untuk "melatih pemimpin muda bagi penyembahan di gereja rumahan" sehingga "musik gereja yang kudus akan terus berkembang dan menarik hati orang lain untuk datang."
Murid-murid dari sekolah tersebut datang dari seluruh penjuru Cina, mulai dari Propinsi Yunnan di barat daya sampai ke propinsi Heilongjiang di timur laut Cina. Meskipun kebanyakan para murid berasal dari suku Han, tapi ada yang berasal dari kaum minoritas Miao.
"Saya sungguh bahagia berada disini, seperti saat saya masih kecil," kata orang percaya dari suku Miao.
Setiap hari, pelajar di sekolah musik ini menghabiskan waktu berjam-jam menghadiri kelas dan berlatih musik, dan hanya berhenti untuk makan dan tidur malam hari di asrama sekolah.
Melalui kerja keras, murid-murid sangat menghargai sekolah itu.
"Saya sungguh berterimakasih kepada Tuhan bisa belajar banyak disini," ujar pelajar laki-laki berumur 16 tahun dari Propinsi Heilongjiang.
"Berkat sekolah ini saya lebih ingin mengenal Tuhan dan menjalin hubungan dengan-Nya. Ini merupakan keuntungan terbesar bagi saya," sahut seorang pelajar wanita.
John terus percaya melalui muridnya "musik gereja dapat mempengaruhi budaya dan masyarakat" di negara Cina yang modern dan sekuler.
Murid-muridnya acapkali bepergian ke seluruh dunia, tampil di konser baik di Eropa maupun Amerika.
Pilihan favorit pada konser tersebut termasuk himne Kanaan. Himne tersebut, biasanya dinyanyikan di seluruh gereja rumahan di seluruh Cina, yang digubah oleh gadis petani buta huruf bernama Xiao Min, yang bernyanyi di pita rekaman dan menuliskan liriknya supaya orang lain dapat menulis notnya.
Meskipun telah terjadi perkembangan yang luar biasa di sekolah musiknya, John tetap berharap akan jauh lebih berkembang.
"Kami tahu bahwa masih banyak gereja rumahan yang membutuhkan bantuan; yang jauh dari cukup," katanya. "Saya benar-benar berharap lebih banyak saudara-saudara kita mau bergabung dalam pekerjaan ini.'
"Kami berdoa semoga setiap propinsi memiliki sekolah musik [kami], sehingga lebih banyak musik yang mengalun ke seluruh Cina," tambahnya.
Catatan Redaksi: Nama di artikel ini telah diubah demi kerahasiaan dan keselamatan narasumber.
Ratusan warga di Kelurahan/Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon, menolak pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Pekiringan dan kegiatan kebaktian yang dilaksanakan jemaat di gereja tersebut, Minggu.